วันเสาร์ที่ 30 พฤศจิกายน พ.ศ. 2556

MARI KITA KENALI ULAMAK WAHABI


MARI KITA KENALI ULAMAK WAHABI DAN USTAZ WAHABI,KEMUDIAN JAWABAN
MARI KITA KENALI ULAMAK WAHABI DAN USTAZ WAHABI,KEMUDIAN JAWABANYA :) ..{tonton dan sebarkan, moga negara kita dijauhi dari akidah yang salah }
____________________________________________
Nauzubillah himin zalik..wahabi ini mereka mendakwa dan memfitnah kita ahli sunnah pergi ke kubur nabi sebagai menyembah nabi, sedangkan kita pergi ke kubur nabi untuk menziarahi nabi sebagai tanda kasih dan cinta kepada nabi..

Jawaban bagai mana hukum solat dikubur nabi di dalam masjid nabawi:
pertama,hukumnya adalah harus kerana kita solat itu bukannya untuk menyembah kuburan nabi, tetapi kita menyembah ALLAH taala

dan yang kedua,kita juga melakukan solat itu berkiblatkan kaabah, bukannya kita menjadikan kuburan nabi sebagai kiblat

adapun hadis ini,

عن عائشة رضي الله عنها قالت : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم في مرضه الذي لم يقم منه: ( لعن الله اليهود والنصارى اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد ) . لولا ذلك أبرز قبره غير أنه خشي أو خشي أن يتخذ مسجدا

Artinya: Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda disaat beliau sakit yang beliau tidak bisa bangun karenanya: “Allah melaknat orang-orang yahudi dan nashrani, yang telah menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid (atau tempat bersujud)”. Kemudian ‘Aisyah berkata: Kalau bukan karena sabda nabi ini niscaya akan dinampakkan kuburan beliau, akan tetapi hal itu tidak dilakukan karena takut dijadikan tempat bersujud (shalat).(Muttafaqun ‘alaihi).

jadi, hadis disini menyatakan jika kita menjadikan kuburan itu sebagai tempat bersujud, maka haramlah hukumnnya..jadi, ia bergantung kepada niat kita yang melakukan ibadat..tiada masaalah kuburan di hadapan kiblat masjid, kerana kita bukannya menyembah kuburan..

sama juga jikalau kita solat menghadap dinding,
maka timbul dua persoalan..
1) pertama: adakah kita menyembah dinding?
2) kedua: adakah kita membuat dinding sebagai kiblat?

sedangkan setiap masjid itu ada dindingnya(samaada dinding kayu atau simen) di setiap arah..apa sesat solat didalam masjid kayu atau masjid yang dindingnya simen?..

maka persoalan ini samalah dengan persoalan wahabi yang mendakwa kita ahli sunnah itu menyembah kuburan nabi dan menjadikan kuburan nabi sebagai kiblat...

{kuburan nabi itu tiada salah dan tidak perlu dirobohkan nauzubillah himinzalik..yang salah itu mereka yang jahil dalam melakukan ibadat..maka belajar lah ilmu itu supaya sah amal ibadat}

INI SUATU PERINGATAN..!!
________________________
jangan kita hiraukan wahabi..sesungguhnya mereka tidak mengetahui :)
teruskan menziarahi Rasulullah supaya semakin kuat iman kita dan supaya bertambah kasih sayang kita kepada ALLAH dan kepada Rasul..rasul itu, sebelum wafatnya, Baginda menyebut nama umatnya{ummati,ummati,ummati}. Begitu kasihnya nabi pada kita ummatnya..

adapun kita ummat nabi, adakah kita benar-benar kasih pada baginda?..sehinggakan pergi ke makam baginda juga tidak dibenarkan, selawat nabi semasa hari maulid dan semasa solat terawih juga tidak dibenarkan..

sesungguhnya


إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Sesungguhnya ALLAH dan para malaikat-Nya bersalawat (memberi segala penghormatan dan kebaikan) ke atas Nabi (Muhammad S.A.W). Wahai orang-orang yang beriman bersalawatlah kamu ke atasnya serta ucapkanlah salam dengan penghormatan. [Al-Ahzab: 56]

apakah kita masih ingin mengikut wahabi?...
semoga ALLAH menjaga akidah kita(termasuk ambo yang jahil lagi fakir disisi ALLAH)

jauhilah wahabi, syiah dan lain-lain golongan yang selain dari akidah ahli sunnah waljamaah.. :)
Al-Amir Ibnu Idris Al-Kelantany

APA HUKUM MENYEMBAH KUBURAN NABI ADAKAH ITU BIDAAH?..JADI BAGAI MANA PULA YANG PERGI ZIARAH KEMAKAM RASUL?





_________________________________________________
(inilah rupa soalan yang sampai pada ambo minggu lepas)
maka jawab ambo yang fakir ...ดูเพิ่มเติม
MARI KITA KENALI ULAMAK WAHABI DAN USTAZ WAHABI,KEMUDIAN JAWABAN
MARI KITA KENALI ULAMAK WAHABI DAN USTAZ WAHABI,KEMUDIAN JAWABANYA :) ..{tonton dan sebarkan, moga negara kita dijauhi dari akidah yang salah }
____________________________________________
Nauzubillah himin zalik..wahabi ini mereka mendakwa dan memfitnah kita ahli sunnah pergi ke kubur nabi sebagai menyembah nabi, sedangkan kita pergi ke kubur nabi untuk menziarahi nabi sebagai tanda kasih dan cinta kepada nabi..

Jawaban bagai mana hukum solat dikubur nabi di dalam masjid nabawi:
pertama,hukumnya adalah harus kerana kita solat itu bukannya untuk menyembah kuburan nabi, tetapi kita menyembah ALLAH taala

dan yang kedua,kita juga melakukan solat itu berkiblatkan kaabah, bukannya kita menjadikan kuburan nabi sebagai kiblat

adapun hadis ini,

عن عائشة رضي الله عنها قالت : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم في مرضه الذي لم يقم منه: ( لعن الله اليهود والنصارى اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد ) . لولا ذلك أبرز قبره غير أنه خشي أو خشي أن يتخذ مسجدا

Artinya: Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda disaat beliau sakit yang beliau tidak bisa bangun karenanya: “Allah melaknat orang-orang yahudi dan nashrani, yang telah menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid (atau tempat bersujud)”. Kemudian ‘Aisyah berkata: Kalau bukan karena sabda nabi ini niscaya akan dinampakkan kuburan beliau, akan tetapi hal itu tidak dilakukan karena takut dijadikan tempat bersujud (shalat).(Muttafaqun ‘alaihi).

jadi, hadis disini menyatakan jika kita menjadikan kuburan itu sebagai tempat bersujud, maka haramlah hukumnnya..jadi, ia bergantung kepada niat kita yang melakukan ibadat..tiada masaalah kuburan di hadapan kiblat masjid, kerana kita bukannya menyembah kuburan..

sama juga jikalau kita solat menghadap dinding, 
maka timbul dua persoalan..
1) pertama: adakah kita menyembah dinding?
2) kedua: adakah kita membuat dinding sebagai kiblat?

sedangkan setiap masjid itu ada dindingnya(samaada dinding kayu atau simen) di setiap arah..apa sesat solat didalam masjid kayu atau masjid yang dindingnya simen?..

maka persoalan ini samalah dengan persoalan wahabi yang mendakwa kita ahli sunnah itu menyembah kuburan nabi dan menjadikan kuburan nabi sebagai kiblat...

{kuburan nabi itu tiada salah dan tidak perlu dirobohkan nauzubillah himinzalik..yang salah itu mereka yang jahil dalam melakukan ibadat..maka belajar lah ilmu itu supaya sah amal ibadat}

INI SUATU PERINGATAN..!!
________________________
jangan kita hiraukan wahabi..sesungguhnya mereka tidak mengetahui :)
teruskan menziarahi Rasulullah supaya semakin kuat iman kita dan supaya bertambah kasih sayang kita kepada ALLAH dan kepada Rasul..rasul itu, sebelum wafatnya, Baginda menyebut nama umatnya{ummati,ummati,ummati}. Begitu kasihnya nabi pada kita ummatnya..


adapun kita ummat nabi, adakah kita benar-benar kasih pada baginda?..sehinggakan pergi ke makam baginda juga tidak dibenarkan, selawat nabi semasa hari maulid dan semasa solat terawih juga tidak dibenarkan..

sesungguhnya 


إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Sesungguhnya ALLAH dan para malaikat-Nya bersalawat (memberi segala penghormatan dan kebaikan) ke atas Nabi (Muhammad S.A.W). Wahai orang-orang yang beriman bersalawatlah kamu ke atasnya serta ucapkanlah salam dengan penghormatan. [Al-Ahzab: 56]

apakah kita masih ingin mengikut wahabi?...
semoga ALLAH menjaga akidah kita(termasuk ambo yang jahil lagi fakir disisi ALLAH)

jauhilah wahabi, syiah dan lain-lain golongan yang selain dari akidah ahli sunnah waljamaah.. :)
Al-Amir Ibnu Idris Al-Kelantany 
https://www.facebook.com/photo.php?v=622601027779408&set=vb.100000885486893&type=2&theater

วันพุธที่ 27 พฤศจิกายน พ.ศ. 2556

gempar !!!. wahabi terbongkar.Ibnu Utsaimin tolak 2 IMAM besar.!!






[MOHON BACA DAN SHARE KEBENARAN INI]
Pemuka Wahabi; Ibnu Utsaimin mengatakan: "Ibnu Hajar Dan an Nawawi bukan Ahlussunnah" (Hasbunallah.....masyaALLAH)

Salah seorang ulamak kaum muda, kaum Wahabi; Ibnu Utsaimin dalam buku berjudul “Liqa Bab Maftuh” mengatakan bahwa ulama terkemuka sekelas Imam Ibnu Hajar al Asqalani dan Imam an Nawawi BUKAN DARI GOLONGAN AHLUSSUNNAH.!!??
Lihat, al Hafizh Imam Ibnu Hajar yang digelari dengan “Amir al Mu’minin Fi al Hadits” dan al Hafizh Imam Yahya ibnu Syaraf an Nawawi BUKAN AHLUSSUNNAH?????


Wahai wahabi yang belum mengenal apa erti siapa wahabi sebenar… !!
lihat, Ibn Utsaimin berkata:


“Keduanya (Ibnu Hajar dan an Nawawi) dalam memahami sifat-sifat dan nama-nama Allah bukan dari golongan Ahlussunnah wal Jama’ah”.

Wahai manusia yang inginkan kebenaran..

Lihat, …

Ibnu Utsaimin merasa lebih paham terhadap urusan agama ini dibanding Imam Ibnu Hajar dan Imam an Nawawi????
Ibnu Utasaimin mengatakan bahwa Imam Ibnu Hajar dan Imam an Nawawi bukan dari golongan Ahlussunnah, itu artinya menurut Utsaimin 2 Imam terkemuka tersebut termasuk orang-orang sesat???..kerana kalau bukan ahli sunnah,maka yang lain pada ahli sunnah adalah ahli bidaah(sesat)

Ibnu Utsaimin mengatakan bahwa Imam Ibnu Hajar dan Imam an Nawawi; manhaj dan jalanan keduanya(yakni Iam Ibnu Hajar dan Imam Nawawi) dalam menetapkan nama-nama dan sifat-sifat ALLAH adalah manjad atau jalan Ahli Bid’ah???

Bantahan “sederhana”:
1. Wahai golongan wahabi, Ibnu Utsaimin berkata begitu hanya karena dia (dan semua orang Wahabi) sangat anti kepada “TAKWIL”. Menurut ajaran salah Wahabi: “Orang yang melakukan takwil sama saja dengan mengingkari al Qur’an/Hadits”. Wahai wahabi… biar kalian tau yaa… para ulama salaf dari semenjak sahabat nabi telah memberlakukan takwil dalam memahami teks-teks mutasyabihat. Para ulama terkemuka dari mulai sahabat Abdullah ibn Abbas, Mujahid (murid Abdullah Ibn Abbas), Imam Ahmad ibn Hanbal, Sufyan at Tsauri, hingga Imam al Bukhari telah memperlakukan takwil… kenapa kalian “KERAS KEPALA DAN KERAS HATI” menentang manhaj takwil hingga berani menyesatkan Imam terkemuka sekelas Ibnu Hajar dan an Nawawi??? Buka link ini dari tafsir at Thabari tentang takwil Ibnu Abbas… klik inihttp://www.facebook.com/note.php?note_id=143620058988245
2. Wahai wahabi …..kamu (dan kalian semua; wahai kaum Wahabi) mempergunakan karya-karya Imam Ibnu Hajar, termasuk juga mempergunakan karya-karya Imam an Nawawi; lalu di saat yang sama kalian mengatakan dua Imam terkemuka tersebut termasuk orang sesat Ahli bid’ah??? Ini bukti nyata bahwa cara beragama kalian hanya didasarkan kepada “hawa nafsu”, lalu kalian semua bungkus itu semua dengan nama “Pemurnian Tauhid”??? Demi Allah ajaran kalian bukan untuk memurnikan tauhid, tetapi untuk merusakan Tauhid dengan ajaran-ajaran tasybih kalian!!!
3. Wahai si wahabi(yang mujassimah)… (dan seluruh pemeluk ajaran wahabi pengikutmu)!!!! Kalian merasa berhak menyandang nama Ahlussunnah Wal Jama’ah; gelar itu hanya untuk kalian.. tidak boleh untuk siapapun; lalu kalian menyebarkan aqidah tasybih (penyerupaan Allah dengan makhluk-Nya) yang menyesatkan?????(mengisbatkan tempat bagi ALLAH?..kalian mengatakan ALLAH itu wujud bertempat..masyaALLAH) Demi ALLAH kami yang lebih berhak atas nama Ahlussunnah Wal Jama’ah; tidak akan pernah berhenti memerangi ajaran sesat Wahabi mujassimah(menjisimkan ALLAH taala) yang kalian sebarkan..!!!

kita ahli sunnah waljamaah hanya bermuzakarah berdasarkan bukti kitab dan kita mengambil kalam ulamak mutabar..bukannya main pendapat atau main rasa-rasa atau menggunakan pemahaman sendiri..barang siapa yang berhujah dalam menyebarkan islam dengan memakai ijtihadnya dan pendapat sendiri akan didakwa di akhirat kelak

link-
sebagai penambahan, clip link ini satu persatu mengikut urutan

https://www.facebook.com/photo.php?fbid=308531732519674&set=a.594429407263237.1073741832.100000885486893&type=3&src=https%3A%2F%2Fm.ak.fbcdn.net%2Fsphotos-d.ak%2Fhphotos-ak-frc3%2F394990_308531732519674_2064040370_n.jpg&size=207%2C159

https://www.facebook.com/photo.php?fbid=594429417263236&set=a.594429407263237.1073741832.100000885486893&type=3&src=https%3A%2F%2Fm.ak.fbcdn.net%2Fsphotos-d.ak%2Fhphotos-ak-ash4%2F1002630_594429417263236_2002877672_n.jpg&size=708%2C708

https://www.facebook.com/photo.php?fbid=308549109184603&set=a.145504552155727.16732.100000885486893&type=3&src=https%3A%2F%2Fm.ak.fbcdn.net%2Fsphotos-h.ak%2Fhphotos-ak-prn1%2F378958_308549109184603_842301504_n.jpg&size=400%2C312

https://www.facebook.com/photo.php?fbid=524157754290403&set=a.524056367633875.1073741826.100000885486893&type=3&theater

ni clip video ibnu uthaimin ..
https://www.facebook.com/photo.php?v=622601027779408

semoga ALLAH bukakan hati kita(termasuk ambo yang fakir lagi jahil) yang ikhlas kepada jalan kebenaran..ALLAHhummasollialasayyidina Muhammad

rujuk
https://www.facebook.com/seoul.yamiru

วันอังคารที่ 26 พฤศจิกายน พ.ศ. 2556

Mengapa virus wahhabi merosakkan agama ?



 ·
Mengapa virus wahhabi merosakkan agama ?

Antaranya dengan bukti-bukti jelas ini :

1. Pentaksub Wahhabi ini tidak mengaku dirinya wahhabi tetapi masuk ke page ini dan terus menyerang kami tanpa membaca pendedahan dan bukti serta hujjah yang telah diberikan.

2. Menipu atas nama Imam Asy Syafie : Mengatakan Imam Asy Syafie MELARANG Zikir Jahr Berjemaah selepas solat.

3. Mengqiyaskan Rasulullah MELARANG membaca zikir secara jahr selepas solat dengan membaca al Quran. Pandai betul pentaksub wahhabi ini berbohong.

4. Semasa Qiyam dalam Solat mesti atas dada dan terus dipersetujui pentaksub ini.

5. Menghasut agar umat Islam tidak membaca Kitab Ihya' Ulumiddin karangan Imam al Ghazali dengan hanya menyertakan kritikan Imam Ibnu Kathir terhadap kitab ini.

Jawapan telah kami berikan namun akibat virus wahhabi. Ia tetap selesa berada di zon BERBOHONG terhadap Rasulullah dan salafussoleh dan merapu.

KAMI KONGSIKAN JAWAPAN :

Jawapan no 2.

Imam Asy Syafie tidak pernah melarang membaca wirid secara jahar.

Al-Rabi’ telah mengkhabarkan kepada kami dan berkata: al-Syafie telah mengkhabarkan kepada kami, dan berkata: Ibrahim bin Muhammad telah mengkhabarkan kepada kami, dan berkata: telah menyampaikan hadith ini Musa bin ‘Uqbah, dari Abi al-Zubair, sesungguh beliau mendengar Abdullah bin Zubair berkata:

“Adalah Rasulullah SAW apabila memberi salam selepas solat, berkata dengan lafaz yang kuat: La ilaha illallahu wahdahula syarikalah lahulmulkuwalahul hamdu wahuwa ‘ala kulli syai`in qadir, wala haula wala quwwata illa billah, wala na’budu illa iyyahu, lahulni’mah, walahulfadhl, walahulthana`ul hasanu, la ilaha illallhu mukhlisina lahuddin walau karihal kafirun”. Berkata al-Syafie: “Dan amalan ini harus untuk Imam dan tidak (harus) untuk makmum. Dan al-Syafie berkata lagi: “Dan mana-mana Imam yang berzikir dengan apa yang aku nyatakan, secara kuat, mahupun senyap, atau selain dari cara keduanya, maka ia adalah baik (hasan). Dan aku memilih (pendapatku) untuk Imam dan makmum berzikir kepada Allah selepas selesai solat, kedua-duanya berzikir dengan senyap. Kecuali sekiranya Imam dalam keadaan wajib dipelajari darinya sesuatu (cara bacaan berzikir), maka dia boleh melantangkan zikir sehingga ia melihat sesungguhnya mereka telah mempelajari darinya, kemudian dia berzikir secara senyap”.

(Tamat petikan dari Kitab al-‘Umm: Jilid 1, Hal. 241, 242)


Jawapan no 3.

Membaca zikir secara Jahr selepas solat fardhu.


Amalan meninggikan suara berzikir selesai solat Fardhu ini dilakukan berdasarkan hadith yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim daripada Ibnu Abbas RA yang berkata: Raf’u al-Saut bilzikr Hina yansarifunnas minalmaktubah kana ‘ala ‘ahd al-Nabi SAW, yang bermaksud:

Meninggikan suara berzikir selepas orang ramai selesai daripada solat fardhu telahpun berlaku di zaman Nabi SAW.

(Lihat Fath al-Bari, Bab al-Zikr Ba’d al-Solah, Jilid 2, Hal: 259 dan Syarh Sahih Muslim, Bab al-Zikr Ba’d al-Solah, Jilid 4-6, Hal:234-235).

Bahkan Ibn Abbas mengatakan lagi:
Saya tahu bahawa mereka selesai menunaikan solat apabila saya mendengar zikir.

Dalam riwayat yang lain sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Ibnu Abbas RA mengatakan: Saya mengetahui tamatnya solat Rasulullah SAW dengan laungan takbir. Lihat bagaimana Ibn Hajar mengulas kata-kata Ibn Abbas tersebut:

Daripada riwayat di atas, seolah-olah menggambarkan bahawa mereka (para sahabat) memulakan zikir mereka dengan takbir (Allahu akbar) selepas solat mendahului tasbih dan tahmid (Perbezaan riwayat mana yang didahulukan antara tasbih, tahmid dan takbir)
(Fath al-Bari:2/259).

Hadith riwayat Ibn Abbas yang menerangkan perlakuan Rasulullah SAW dan huraian Ibn Hajar menunjukkan secara nyata bagaimana Rasulullah SAW dan para sahabat RA berzikir secara lantang dan berjemaah.

Pandangan Imam al-Nawawi terhadap hadith Ibn ‘Abbas:

Imam al-Nawawi Rahimahullah berkata: Ini dalil terhadap apa yang dipegang oleh sebahagian ulama Salaf iaitu disunatkan meninggikan suara dengan zikir al-takbir (Allahu akbar) dan zikir-zikir lain selepas solat fardhu. Manakala ulama mutaakhirin yang turut menghukumkannya sunnah ialah Ibn Hazam al-Zahiri.

Imam al-Nawawi menambah lagi:

“Katanya: (Telah mengkhabarkan kepadaku Abu Ma’bad kemudian dia menafikannya) pada menjadikannya hujah (dalil) oleh Muslim dengan hadith ini, merupakan bukti bahawa dia (Imam Muslim) berpegang sahihnya hadith (Ibn ‘Abbas) ini walaupun dinafikan oleh perawi asalnya, kerana yang merawikannya itu thiqah (diyakini). Ini merupakan mazhab jumhur ulama sama ada ulama hadith, fuqaha` atau ulama usul fiqh”.

(Tamat nukilan dari kitab Syarh Sahih Muslim: Jilid 4-6, hal. 237). Maksud yang sama dihuraikan oleh Imam Ibn Hajar al-‘Asqalani dalam kitabnya Fath al-Bari (Bab al-Zikr Ba’d al-Solah, Jilid 2, hal. 260).

Jawapan no 4 :



Nak letak tangan atas dada tiada masalah. Tetapi mengatakan MESTI letak tangan masa qiyam atas dada memang bermasalah.

Jumhur ulamak menyatakan posisi tangan semasa qiam adalah di atas pusat di bawah dada dan bukan di atas dada. Rujuk (Al fiqhu Al Islamy wa adillatuhu - Dr Wahbah Az Zuhaili), Subulus Salam, Fathu al qadir wal Inayah, Al Badai', Tabyiinu al Haqaiq, Ad Durru al Muhtar, Maraqiy al Falah, al Majmu' dan banyak kitab ulamak muktabar yang lain.

Jawapan no 5 :

Pandangan Ulamak Muktabar terhadap Kitab Ihya' Ulumiddin

Imam Nawawi berkata, "Jika kitab-kitab Islam hilang (nauzubillah) dan yg kekal hanya Ihya', sesungguhnya ia akan menampung apa yg hilang."

Imam Abdullah Al-'Idrus berkata, "Aku duduk bertahun-tahun menelaah kitab Ihya' , setiap fasal dan huruf daripadanya. Dan aku ulanginya dan menghayatinya. Maka zahir kepadaku daripada perbuatan itu akan ilmu-ilmu, rahsia-rahsia dan kefahaman-kefahaman yg melimpah pada setiap hari berbeza dengan apa yg aku dapat pada hari sebelumnya."

Beliau juga mengatakan Imam Ghazali telah mensyarahkan manhaj Al-Quran dan As-Sunnah dalam kitabnya yg hebat yg digelar, أعجوبة الزمان (Keajaiban Zaman) Ihya'Ulumiddin.

Anak beliau pula, Syeikh Abdul Qadir Al-'Idrus, pengarang kitab Takrif Al-Ahya' bi Fadhlil Ihya' memuji Imam Ghazali dan karyanya Ihya' dengan pujian yg amat baik.

Imam Muhammad bin Yahya berkata, "Al-Ghazali ialah Syafie yg kedua."

Takhrij Hadith Ihya'

Antara individu yg paling berjasa kepada Imam Ghazali ialah Al-Hafiz Zainuddin Al-'Iraqi (wafat 806H). Ulama besar hadith ini telah bertindak mentakhrijkan keseluruhan hadith di dalam kitab Ihya'. Beliau menyatakan status hadith yg telah memudahkan untuk mengetahui hadith yg sohih, hasan dan maudu'. Pembelaan cara ini boleh dianggap sebagai pembelaan paling hebat dan ulung terhadap kitab Ihya'. Sehingga tidak salah jika dikatakan bahawa setiap cetakan kitab Ihya' pada hari ini pasti disertakan sekali takhrij Al-'Iraqi iaitu 'Al-Mughni 'an Hamlil Asfar fi Takhrij Ma fil Ihya' min Akhbar.

Selamat Tinggal Wahhabi.
rujuk
fb: Kami Tidak Mahu Fahaman Wahhabi Di Malaysia ·

HUKUM BERSENTUHAN LELAKI DAN PEREMPUAN


. بِسْمِ اللهِ الرَحْمـٰنِ الرَحيمِ

assalamualaikum warahmatullahhiwabaroktuh

INI SUATU FASAL PADA MENYATAKAN HUKUM BERSENTUHAN LELAKI DAN PEREMPUAN
______________________________________________

ada satu makhluk ALLAH taala yang menyatakan bahawa harus atau boleh bagi seseorang lelaki dan perempuan itu bersentuhan walau bukan muhrimnya..pendapat ulamak golongan ini{antaranya ulamak kaum muda} adalah pendapat yang bercanggah dengan pendapat ulamak kita hli sunnah waljamaah..

ulamak kita ahli sunnah waljamaah menyatakn haram bersentuh lelaki dan perempuan bukan muhrim walaupun berlapik sekalipun..tidak kira mengundang nafsu syahwat atau tidak

kita belajar dipondok,bukan sentuh saja dilarang bahkan melihat akan siperempuan juga dilarang kerana dikhuatiri menuju jalan maksiat,kerana kata syeikh qodir,ianya dipnggil zina mata..jadi,jika melihat pun dah mengundang maksiat,maka apatah lagi
menyentuh akan yang bukan muhrim,..maka haram hukumnya menyentuh itu

dalam bab ini tak masuk universiti pun tak apa,kerana
kita belajar fardhu ain sejak kecil lagi pon guru-guru selalu menyatakan bahawa haram bersentuhan lelaki dan perempuan,

dalilnya:Imam an-Nawawi rahimahullah menjelaskan:
معنى الحديث أن بن آدم قدر عليه نصيب من الزنى فمنهم من يكون زناه حقيقيا بادخال الفرج في الفرج الحرام ومنهم من يكون زناه مجازا بالنظر الحرام اوالاستماع إلى الزنى وما يتعلق بتحصيله او بالمس باليد بأن يمس أجنبية بيده او يقبلها او بالمشي بالرجل إلى الزنى اوالنظر او اللمس او الحديث الحرام مع اجنبية ونحو ذلك او بالفكر بالقلب

Arti hadis di atas adalah bahawa setiap anak Adam itu ditakdirkan untuk melakukan perbuatan zina. Di antara mereka itu ada yang melakukan zina dengan sebenar-benarnya, iaitu dengan memasukkan kemaluannya ke dalam kemaluan wanita secara haram. Di antara mereka ada juga zinanya secara majaaz (kiasan), yakni dengan melihat perkara-perkara yang haram, atau dengan mendengar sesuatu yang mengajak kepada jalan menuju perzinaan dan usaha-usaha untuk melakukan kearah zina, atau dengan sentuhan tangan, atau menyentuh wanita ajnabiyah (yang bukan mahram) dengan tangannya, atau menciumnya.

Atau dengan melangkah kaki menuju tempat perzinaan, melihat, menyentuh, atau berkata-kata dengan kaedah atau cara yang haram bersama dengan wanita ajnabiyah (yang bukan mahram), atau berangan-angan/berkhayal (imaginasi/berniat) dengan hatinya. (an-Nawawi, al-Minhaj Syarah Shohih Muslim, 16/206)

ini adalah kata-kata dari imam nawawi..beliau ini mendapat gelaran imam,menunjukkan betapa tinggi kehebatan dikalangan para-para ulamak...jadi,sebagi seorang yang berfikiran waras pemikiranya,maka adalah mesti kita mengikut pandangan yang lebih jelas

ingat,ulamak itu terbahagi kepada 2,pertama ulamak yang baik,kedua ulamak yng suuk yakni ulamak yang jahat..

dalil lain pula,Daripada Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنْ الزِّنَا مُدْرِكٌ ذَلِكَ لَا مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالْأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الِاسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلَامُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ

Artinya, persoalan anak Adam berkaitan zina telah ditentukan. Tidak mustahil, ia pasti melakukannya. Dua mata berzina dengan melihat, dua telinga berzina dengan mendengar, lidah berzina dengan berkata-kata, tangan berzina dengan menyentuh, kaki berzina dengan melangkah, hati berzina dengan angan-angan (kehendak), dan kemaluanlah yang akan membenarkan (merealisasikan) atau mendustakan semua itu. (Hadis Riwayat Muslim, Shohih Muslim, 13/125, no. 4802)

boleh juga rujuk kitab lama pondok penawar bagi hati yang dikarang oleh syeikh qodir al mandili pada pasal yang keenam dan fasal yang ketujuh pada menyatakan dua tangan dan dua kaki
=>antara kata-kata syeikh qodir didalam kitabnya,bahawasanya ALLAH taala menjadikan ia bagi engkau{yakni bagi manfaat engkau} akan dua tngan dan dua kaki kerana manfaat yang bangsa akhrat dan bangsa dunia bukanya atas kegunaan maksiat dan sebagainya..

bagi ambo yang hina ini,kalau ada ustaz/ustazah yang menghalalkan barang yang halal ini maka tersengih lah masyarakat yang buat maksiat diluar sana bahkan tok imam pun buleh tercabut kopiah,kerana bertentangan dengan hukum yang sebenar..ingat islam itu bukan barang main-main..

masyaALLAH,akhir zaman ramai yang nak mengajar tapi tiada ia belajar..siapa la yang cerdik bagi dia pangkat ustaz/ustazah
baik tak da sijil dan tauliah dari buat kucar-kacir kepada masyarakat..baik tok guru pondok jugak walaupun tiada tauliah,tetapi mnyebarkan ilmu yang sahih dan tidak bercanggah dengan syarak..

siapa kata tiada nas yang sahih ?
hadis Nabi kita muhammad sallallahualaihiwasallam yang bermaksud :
“Apabila lelaki dan perempuan yg bukan mahram bersalam atau bersentuh dengan sengaja , pada hari akhirat nanti akan dibakar tangannya sehingga hancur badannya”

maka siapa yang tidak ia mengikut hukum yang sbenar maka seksalah baginya dihari akhirat kelak..
sama-sama kita usaha mencari lmu dengn berguru kerana kahir zaman ini,ramai golonga yang jahil mngajar,kerana apabil dapat baca kitb sedikit sebanyak,sedangkan tidak beljar ia dengan berguru,maka mengajarlah ia ilmu itu,maka mengundang bahaya
kepda masyrakat dan diri sipengajar di akhirat kelak

adapun semualia-mulia nabi berguru,apatah lagi kita yang jahil ini
ketahuilah,barang siapa yang belajar tampa guru,maka syaitnlah gurunya..maka adalah rugi bagi mereka yang menuntut itu,

kata tuan guru ambo,pok su hamid gunung,seorang yang hebat dalam ilmu pengajian pondok ada mengatakan, bahawa akhir zaman ini ramai yang mengajar,tetapi tiada padanya ilmu..dan mengajarnya itu mengikut pahaman pikiran jahilnya dengan agak-agak pikiranya sahaja kerana tidak ada baginya mencari ilmu dengan berguru,yakni tidak mengikut sunnah rasul dalam mencari ilmu..

,kata imam al ghazali
..maka tiadalah bginya berkat kerana tidak belajar secara berguru

masyaALLAH,semoga sama-sama kita{termasuk ambo yang banyak jahil serta serba kurang disisi ALLAH ini} berusaha dalam barang yang menuju akhirat ini dengan jalan yang benar disisi ALLAH subhnahuwataala

insyaALLAH

{banyak sangat lagi dalil haram bersentuh lelaki dan perempuan,yang telah dinyatakan oleh para ulamak ahli sunnah waljamaah kita tetapi ambo petik sikit jah dalil nya semoga paham kita dalam bab ini insya ALLAH,moga diampunkan dosa ambo jika tersilap dalam kata-kata ambo ini, astagfirullah hallazim
Al-Amir Ibnu Idris Al-Kelantany

Tok Bermin





Al-Amir Ibnu Idris Al-Kelantany
27 มิถุนายน
Al-Marhum Tuan Guru Haji Muhammad bin Haji Wan Idris Bermin al-Fathani atau lebih dikenali dengan panggilan Tok Bermin (1290H/1873M - Khamis 29 Zulkaedah 1376H/27 Jun 1957M). Beliau merupakan shahabat kepada Tok Kenali dan Tok Kelaba.

Di dalam sebuah manuskrip tulisan tangan Tok Bermin yang dimiliki oleh al-Marhum Tuan Guru Haji Wan Muhammad Shaghir, dimana didalam kitab tersebut Tok Bermin meriwayatkan peristiwa kedatangan dua orang dari Minangkabau ke Legor menyebarkan ajaran Kaum Muda [Wahabi]. Mukadimah tulisan Tok Bermin adalah sebagai berikut:
Dan adalah pada hari Sabtu, 26 Syawal, dan hari Isnin, 28 Syawal juga, pada tahun [atau] sanah 1347 [Hijrah], perhamba al-Haji Wan Muhammad Bermin, Jambu, periksa dan tanya akan ‘Abdullah dan Burhan orang Minangkabau. Yang keduanya [itu adalah] setengah daripada Kaum Muda [Wahabi] yang duduk berjalan menyesatkan orang-orang. Di dalam negeri Legor diperiksa di dalam Masjid al-Haji Mat, Kampung Baru. Dan di dalam Masjid al-Haji Mahmud di hadapan Imam Shiddiq, dan Penghulu Hamzah, dan al-Haji Mat sendiri dan al-Haji Mahmud, dan beberapa banyak daripada manusia.

[Tarikh kejadian yang disebut oleh Tok Bermin iaitu 26 dan 28 Syawal 1347H itu adalah bersamaan dengan 6 dan 8 April 1929M. Memperhatikan tarikh ini bererti masih dalam lingkungan tahun-tahun yang sama dengan pertentangan Kaum Tua dan Kaum Muda di Sumatera. Tok Bermin lahir pada tahun 1290H/1873M, bererti dia lebih tua sekitar enam tahun daripada Syeikh Abdul Karim Amrullah, pelopor Kaum Muda di Minangkabau yang lahir pada 1296H/ 1879M. Kemungkinan Abdullah dan Burhan yang berasal dari Minangkabau yang disebut oleh Tok Bermin pada petikan di atas adalah termasuk murid Syeikh Abdul Karim Amrullah. Tidak dapat dinafikan bahawa Tok Bermin dan Syeikh Abdul Karim Amrullah telah kenal sejak di Mekah kerana kedua-duanya adalah belajar dengan para ulama Mekah yang sama.]

Selanjutnya Tok Bermin menulis:
Maka telah nyata bahawasanya ‘Abdullah dan Burhan bukan daripada orang yang mengikut Imam Syafie. Bahkan bukan daripada mazhab yang empat. Dan keduanya bawa bercakap dengan kitab bagi Imam Syafie itu kerana menipu dan supaya menyangka orang yang mendengar akan kedua-duanya itu orang yang mengikut Syafie, padahal bukan Syafie.Dan jika tiada keduanya bawa bercakap-cakap dengan ‘Kitab Umm’ itu, nescaya tiada seorang pun mengikut akan keduanya daripada permulaan masuk Abdullah dan Burhan ke dalam negeri Legor.

Tulis Tok Bermin selanjutnya:
Dan sebab keluar keduanya dari mazhab itu, kerana menafi oleh keduanya akan ijmak dan qiyas. Dan keduanya ikut nas al-Quran dan hadits sahaja. Dan padahal ijmak dan qias itu, keduanya adalah setengah daripada dalil-dalil yang buat menghukum ‘ulama’ dengan dia.

Tok Bermin membahaskan perkara tersebut dengan panjang lebar dan mendalam menggunakan hujah-hujah yang mantap ditinjau daripada pelbagai ilmu sebagaimana yang digunakan oleh jumhur ulama. Oleh sebab Tok Bermin memang pakar dalam banyak bidang ilmu, terutama ilmu alat, iaitu nahu dan sharaf. Abdullah dan Burhan kurang mengetahui tentang kedua-dua ilmu itu terpaksa diam saja.

[Tulisan ini adalah merupakan petikan dari tulisan al-Marhum Tuan Guru Haji Wan Muhammad Shaghir Wan Abdullah didalam akhbar Utusan Malaysia, ruangan Ulama Nusantara, Tok Bermin al-Fathani. Semoga Allah melimpahkan rahmatNYA kepada kedua orang ulama' ini.]

Jelas Tok Burmin menolak fahaman kaum muda atau Wahabi ini. Jika kita terima ajaran Wahhabi, maknanya kita tolak fatwa ulama-ulama kita yang dahulu-dahulu yang terkenal dengan ke’aliman dan ketaqwaannya.

Jadi apa ikutan kita?..jauhilah wahabi mujassimah,nauzubillahhiminzalik

วันศุกร์ที่ 22 พฤศจิกายน พ.ศ. 2556

AKIDAH AHLI SUNNAH WALJAMAAH






INI SUATU BAB PADA MENYATAKAN AKIDAH AHLI SUNNAH WALJAMAAH YANG TIDAK MENTASHBIHKAN/MENYAMAKAN TUHAN ITU SEPERTI MAKHLUK
_______________________________
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد
segala puju bagi ALLAH tuhan sekalian alam dan selawat dan salam keatas jujungan nabi kita MUhammad Sallallahualaihiwasallam..

Ini suatu dalil ALLAH itu tidak menyerupai sekalian makhluk

Allah berfirman:

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَىءٌ ( سورة الشورى : 11 )

“Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya (baik dari satu segi maupun semua segi), dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya”. (QS. as-Syura: 11)

Penjelasan:
Ayat ini adalah ayat yang paling jelas dalam al Qur'an yang berbicara tentang tanzih (mensucikan Allah dari menyerupai makhluk,seperti mana jirim dan jisim wujud tampa tempat dan adapun ALLAH itu wujud tampa tempat), at-Tanzih al Kulliy; pensucian yang total dari menyerupai makhluk. Jadi maknanya sangat luas, dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah maha suci dari berupa benda, dari berada pada satu arah atau banyak arah atau semua arah. Allah maha suci dari berada di atas arsy, di bawah arsy, sebelah kanan atau sebelah kiri arsy. Allah juga maha suci dari sifat-sifat benda seperti bergerak, diam, berubah, berpindah dari satu keadaan ke keadaan yang lain dan sifat-sifat benda yang lain.

Al-Imam Abu Hanifah berkata:

أنـّى يُشْبِهُ الْخَالِقُ مَخْلُوْقَـهُ
"Mustahil Allah menyerupai makhluk-Nya".
Dengan demikian Allah tidak menyerupai makhluk-Nya, dari walau satu segi sekalipun apatah lagi dari semua segi/ semua sudut(yankni segala yang kamu dapat berfikir atau segala perkara yang dapat akal kita capai dan segala perkara yang dapat akal kita bayang,maka itu adalah makhluk dan bukanya ALLAH kerana zat ALLAH taala itu didak dapat ditasawwur atau digambarkan oleh akal kita walau sedikit pun).
Al-Imam Malik berkata:

وَكَيْفَ عَنْهُ مَرْفُوْعٌ

"Kayfa ( bagaimana; sifat-sifat benda) itu mustahil bagi Allah".
Perkataan al-Imam Malik ini diriwayatkan oleh al-Hafizh al-Bayhaqi dengan sanad yang kuat. Maksud perkataan al-Imam Malik ini adalah bahwa Allah maha suci dari al Kayf (sifat makhluk) sama sekali. Definisi al Kayf adalah segala sesuatu yang merupakan sifat makhluk seperti duduk, bersemayam, berada di atas sesuatu dengan jarak dan lain–lain.

الْمَحْدُوْدُ عِنْدَ عُلَمَاءِ التّوْحِيْدِ مَا لَهُ حَجْمٌ صَغِيْرًا كَانَ أوْ كَبِيْرًا، وَالْحَدُّ عِنْدَهُمْ هُوَ الْحَجْمُ إنْ كَانَ صَغِيْرًا وَإنْ كَانَ كَبِيْرًا، الذَّرَّةُ مَحْدُوْدَةٌ وَاْلعَرْشُ مَحْدُوْدٌ وَالنُّوْرُ وَالظَّلاَمُ وَالرِّيْحُ كُلٌّ مَحْدُوْدٌ.

"Menurut ulama tauhid yang dimaksud dengan al-mahdud (sesuatu yang berukuran) adalah segala sesuatu yang memiliki bentuk baik kecil maupun besar. Sedangkan pengertian al-hadd (batasan) menurut mereka adalah bentuk baik kecil maupun besar. Adz-Dzarrah (sesuatu yang terlihat dalam cahaya matahari yang masuk melalui jendela) mempunyai ukuran dan disebut Mahdud demikian juga arsy, cahaya, kegelapan dan angin masing-masing mempunyai ukuran dan disebut Mahdud ".

Penjelasan:
Allah berfirman:
الْحَمْدُ للهِ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ وَجَعَلَ الظُّلُمَاتِ وَالنُّورَ (سورة الأنعام : 1)

"Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menjadikan kegelapan dan cahaya" (QS. al An'am : 1).
Dalam ayat ini Allah ta'ala menyebutkan langit dan bumi, keduanya termasuk benda yang dapat dipegang oleh tangan (Katsif). Allah juga menyebutkan kegelapan dan cahaya, keduanya termasuk benda yang tidak dapat dipegang oleh tangan (Lathif). Ini memberikan pemahaman kepada kita bahwa pada Azal (keberadaan tanpa permulaan) tidak ada sesuatupun selain Allah, baik itu benda katsif maupun benda lathif. Dan ini berarti bahwa Allah tidak menyerupai benda lathif maupun benda katsif.
Allah ta'ala menciptakan alam ini terbagi menjadi dua bagian: benda dan sifat benda. Benda terbagi menjadi dua: Pertama: benda katsif yaitu benda yang dapat dipegang oleh tangan seperti pohon, manusia, air dan api. Kedua: Benda Lathif, yaitu benda yang tidak dapat dipegang oleh tangan seperti cahaya, kegelapan, ruh, udara.

[sedikit pengetahuan tentang jirim dan jisim makhluk bagi mereka yang lupa atau kurang mengetahui  rujuk link ini=> https://www.facebook.com/photo.php?fbid=596526200386891&set=a.145504552155727.16732.100000885486893&type=3&src=https%3A%2F%2Fm.ak.fbcdn.net%2Fsphotos-a.ak%2Fhphotos-ak-ash3%2F1236300_596526200386891_1696172826_n.jpg&size=720%2C540 ]


Masing-masing benda memiliki batas, ukuran, dan bentuk, Allah berfirman:

وَكُلُّ شَىْءٍ عِندَهُ بِمِقْدَارٍ ( سورة الرعد : 8 )

"Segala sesuatu bagi Allah memiliki ukuran (yang telah ditentukan)" (QS. ar-Ra'd:
Bahwa benda katsif memiliki ukuran adalah hal yang sudah jelas. Sedangkan mengenai bahwa benda lathif memiliki ukuran adalah sesuatu yang memerlukan pengamatan dan penelitian yang seksama. Cahaya misalnya memiliki tempat dan ruang kosong yang diisi olehnya, cahaya matahari menyebar ke areal/jarak yang sangat luas yang diketahui oleh Allah, ukurannya sangat luas. Sementara cahaya lilin ukurannya sangat kecil. Cahaya kunang–kunang yang berjalan di rerumputan di malam hari, Allah jadikan cahayanya sekecil itu. Cahaya yang paling luas adalah cahaya surga. Jadi masing-masing cahaya tersebut memiliki batas dan ukuran yang membatasinya. Kegelapan juga memiliki ukuran dan ruang kosong yang diisi olehnya. Kadang tempat kegelapan tersebut sempit dan kadang luas. Demikian juga angin memiliki tempat yang diisi olehnya. Para Malaikat diperintahkan oleh Allah untuk menimbangnya dan mengirimkannya sesuai dengan perintah dan ketentuan Allah. Ada angin yang dingin, angin yang panas. Ada angin yang Allah kirimkan untuk menghancurkan suatu kaum, begitu juga ada angin yang dikirimkan sebagai rahmat. Jadi masing-masing angin tersebut memiliki timbangan yang telah ditentukan oleh Allah. Demikian juga, ruh memiliki ukuran. Ketika ruh berada pada tubuh manusia, ruh berukuran sama dengan badan orang tersebut dan ketika ruh berpisah, meninggalkan badan seseorang ia bertempat di udara tanpa menyatu dengan jasadnya. Kesimpulannya; setiap makhluk pasti memiliki tempat, baik tempat yang besar maupun yang kecil.

Benda paling kecil yang diciptakan oleh Allah dan boleh/dapat/bisa dilihat oleh mata adalah haba'. Haba' adalah sesuatu yang kecil yang terlihat apabila sinar matahari masuk ke dalam rumah dari jendela, nampak seperti debu yang kelihatan oleh mata, benda ini disebut haba'. Memang masih ada lagi benda yang lebih kecil dari haba', yang bahkan tidak dapat dilihat oleh mata karena sangat kecilnya, walaupun demikian tetap saja benda tersebut memiliki bentuk yaitu bentuk yang paling kecil yang diciptakan oleh Allah yang disebut dalam istilah tauhid al-Jawhar al-Fard; bagian yang tidak bisa dibagi-bagi lagi. Al-Jawhar al-Fard adalah benda yang paling kecil yang diciptakan oleh Allah, al-Jawhar al-Fard adalah asal bagi semua benda.
Semua benda ini memilki batas dan ukuran dan karenanya memerlukam/membutuhkan kepada yang menjadikannya dalam ukuran tersebut, dan dengan begitu benda tidak sah menjadi tuhan. Ketuhanan hanya sah berlaku bagi yang tidak memiliki ukuran sama sekali, yaitu Allah yang maha suci dari status Mahdud (Allah tidak memiliki batas dan ukuran). Makna Mahdud di sini tidak hanya berlaku bagi sesuatu yang memiliki bentuk kecil saja akan tetapi sesuatu yang memiliki bentuk yang besar juga disebut Mahdud.

Sedangkan al-A'radl adalah sifat benda seperti bergerak, diam, warna, rasa dan lain–lain. Jadi di antara sifat benda adalah bergerak dan diam, sebagian benda terus-menerus bergerak, yaitu bintang, bahkan an-Najm al-Quthbi (bintang yang bisa menunjukkan arah kiblat) sekalipun bergerak, hanya saja gerakannya pelan dan bergerak di tempatnya. Sebagian benda lagi ada yang terus–menerus diam seperti tujuh langit yang ada. Sebagian benda lagi kadang diam dan kadang bergerak seperti manusia, malaikat, jin dan binatang.

Termasuk di antara sifat benda juga adalah berwarna kadang sesuatu berwarna putih, ada yang berwarna merah, kuning atau hijau. Matahari juga memiliki sifat, di antara sifatnya adalah panas. Angin juga memiliki sifat di antara sifatnya adalah dingin, panas, berhembus dengan kuat atau pelan.

Jadi Allah ta'ala yang menciptakan alam ini dengan berbagai macam jenis dan bentuknya, maka Dia tidak menyerupainya, dari satu segi maupun semua segi. Allah ta'ala tidak menyerupai benda katsif maupun benda lathif dan juga tidak bersifat dengan sifat–sifat benda, Allah tidak menyerupai satupun dari segala sesuatu yang diciptakan-Nya, oleh karena itu Ahlussunnah mengatakan:

اللهُ مَوْجُوْدٌ بِلاَ مَكَانٍ وَلاَ جِهَةٍ
"Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah".
Allah menjadikan arah atas sebagai tempat bagi arsy dan para Malaikat yang mengelilinginya dan juga sebagai tempat bagi al-Lauh al-Mahfuzh dan lain-lain. Allah menjadikan manusia, binatang, serangga dan lain-lain bertempat di arah bawah. Jadi Dzat yang menciptakan sebagian makhluk bertempat di arah arsy dan sebagian yang lain di arah bawah mustahil bagi-Nya memiliki arah. Karena seandainya dikatakan dia berada di salah satu arah atau bertempat di semua arah niscaya akan ada banyak serupa bagi-Nya, padahal Allah telah berfirman:

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَىءٌ ( سورة الشورى : 11 )

"Tidak ada satupun yang menyerupai-Nya". Inilah aqidah yang diyakini oleh semua kaum muslimin di negara-negara muslim;Malaysia, Indonesia, Mesir, Irak, Turki, Maroko, AlJazair, Tunisia, Yaman, Somalia dan daratan Syam, mereka semua dan yang lain di negara-negara lain semua mengajarkan keyakinan ini.
Sedangkan orang yang meyakini bahwa Allah adalah benda yang sama besarnya dengan arsy, memenuhi arsy atau separuh dari arsy atau meyakini bahwa Allah lebih besar dari arsy dari segala arah kecuali arah bawah atau bahwa Allah adalah cahaya yang bersinar gemerlapan atau bahwa Allah adalah benda yang besar dan tidak berpenghabisan atau berbentuk seorang yang muda atau remaja atau orang tua yang beruban, maka semua orang ini tidak mengenal Allah. Mereka tidak menyembah Allah, meskipun mereka mengira diri mereka muslim. Mereka bukanlah orang yang menyembah (beribadah) Allah, yang mereka sembah adalah sesuatu yang mereka bayangkan dan gambarkan dalam diri mereka, sesuatu yang sesungguhnya tidak ada. Musibah mereka yang paling besar adalah bahwa mereka tidak memahami adanya sesuatu yang bukan benda. Oleh karena itu mereka –dengan segenap upaya- berusaha menjadikan Allah benda yang bersifat dengan sifat-sifat benda pula, lalu bagaimana bisa mereka mengaku mengenal dan memahami firman Allah: Laysa Ka Mitsli Syai’ (QS. Asy-Syura: 11) dan beriman kepadanya?!! Seandainya mereka benar-benar mengetahui ayat tersebut dan beriman dengannya niscaya mereka tidak akan menjadikan Allah sebagai benda, karena alam ini seluruhnya adalah benda dan sifat-sifat yang ada padanya.
Seandainya terjadi perdebatan antara orang-orang Musyabbihah (orang-orang yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya) seperti orang Wahhabi -yang meyakini bahwa Allah adalah benda, yang memiliki ukuran- dengan orang yang menyembah matahari. Orang Wahhabi akan mengatakan kepada penyembah matahari: Anda, wahai penyembah matahari, matahari yang engkau sembah ini tidak berhak untuk menjadi tuhan. Penyembah matahari akan menjawab dan berkata kepada orang Wahhabi: bagaimana mungkin matahari tidak berhak untuk disembah, padahal bentuknya indah, manfaatnya sangat besar, anda bisa melihatnya dan saya juga melihatnya dan semua orang melihatnya, semua orang mengetahui dengan baik manfaatnya. Bagaimana mungkin agama saya batil dan agamamu benar, sementara anda menyembah sesuatu yang anda bayangkan dalam diri anda, anda tidak melihatnya dan kami juga tidak melihatnya, anda mengatakan tuhan anda adalah bentuk yang besar yang duduk di atas arsy ?!!.
Orang Wahhabi tidak akan memiliki dalil 'aqli (argumen rasional), seandainya orang Wahhabi mengatakan : al Qur'an telah menegaskan bahwa Allah adalah pencipta alam, Dia-lah yang berhak untuk disembah, tidak ada sesuatu selain-Nya yang berhak untuk disembah. Maka orang yang menyembah matahari tersebut akan mengatakan kepadanya: Saya tidak beriman dengan kitab suci anda, berikan kepada saya dalil 'aqli bahwa matahari tidak berhak untuk dijadikan tuhan yang disembah dan bahwa apa yang anda sembah yang anda bayangkan (dalam benak anda) itu berhak untuk disembah! Maka orang Wahabi akan terdiam dan membisu.
Sedangkan kita, Ahlussunnah memiliki jawaban yang rasional. Kita akan mengatakan kepada penyembah matahari : matahari yang anda sembah, yang mempunyai ukuran tertentu dan bentuk tertentu, pasti membutuhkan kepada yang menjadikannya dalam ukuran dan bentuk tersebut. Sedangkan tuhan kami, Ia adalah sesuatu yang ada tetapi tidak menyerupai segala sesuatu yang ada, tidak menyerupai sesuatupun dari makhlukNya, Dia tidak memiliki ukuran, tidak memiliki bentuk, tidak memiliki arah, tidak memilki tempat dan tidak memiliki permulaan. Inilah Dzat yang ada, yang kami sembah yang dinamakan Allah. Dialah yang berhak untuk disembah. Dia yang menciptakan matahari yang anda sembah, manusia dan segala sesuatu yang lain.

Seorang Sunni; penganut akidah Ahlussunnah ketika mengeluarkan hujjah 'aqli ini tanpa mengatakan: Allah ta'ala berfirman demikian, telah mampu mengalahkan orang kafir yang menyembah matahari tersebut. Maka segala puji bagi Allah yang telah memberikan kita petunjuk kepada keyakinan yang benar ini, kita tidak akan menemukan kebenaran dan petunjuk semacam ini seandainya tidak karena mendapat petunjuk Allah.

Al-Imam Ali ibn Abi Thalib -semoga Allah meridlainya- berkata:

مَنْ زَعَمَ أنَّ إِلهَـَنَا مَحْدُوْدٌ فَقَدْ جَهِلَ الْخَالِقَ الْمَعْبُوْدَ (رَوَاه أبُو نُعَيم)

"Barang siapa beranggapan (berkeyakinan) bahwa Tuhan kita berukuran maka ia tidak mengetahui Tuhan yang wajib disembah (belum beriman kepada-Nya)" (Diriwayatkan oleh Abu Nu'aym (W 430 H) dalam Hilyah al-Auliya, juz 1, h. 72).

Penjelasan :
Maksud dari perkataan sayyidina Ali ini adalah bahwa orang yang berkeyakinan atau beranggapan bahwa Allah adalah benda yang besar atau kecil maka dia adalah kafir, tidak mengenal Allah, seperti orang yang meyakini bahwa Allah menempati salah satu arah seperti arah atas. Karena dengan keyakinan seperti ini orang tersebut telah menjadikan Allah mahdud (memiliki ukuran), padahal setiap yang mahdud (berukuran besar atau kecil) pasti membutuhkan kepada yang menjadikannya dalam ukuran tersebut, sementara yang membutuhkan itu lemah dan yang lemah mustahil menjadi tuhan.

Dengan demikian dalam perkataan sayyidina Ali ini terdapat dalil yang jelas bahwa Allah maha suci dari hadd (ukuran) sama sekali. Maka barangsiapa yang menyandarkan kepada Allah sifat duduk, bersemayam, berada di atas sesuatu dengan jarak maka sesungguhnya dia tidak mengenal Allah, dan barangsiapa berkeyakinan demikian terhadap Allah maka sesungguhnya ia seorang kafir yang rusak lagi tercabutlah iman atau akidahnya.

Haba' memiliki ukuran, semut memiliki ukuran, manusia memiliki ukuran, matahari memiliki ukuran, langit memiliki ukuran, arsy memiliki ukuran. Jadi masing-masing yang disebutkan memiliki ukuran dan membutuhkan kepada yang menjadikannya dengan ukuran tersebut.

Jadi, setiap sesuatu yang memiliki ukuran pasti dia adalah makhluk, yang membutuhkan (kepada selainnya) dan lemah maka tidaklah sah baginya sifat ketuhanan. Ketuhanan hanya sah bagi yang tidak memiliki bentuk dan ukuran; yaitu Dialah Allah yang tidak membutuhkan kepada seluruh alam, Dialah yang tidak mempunyai bentuk dan ukuran.
Al-Imam al-Ghazali (semoga Allah merahmatinya) berkata:

لاَ تَصِحُّ الْعِبَادَةُ إلاّ بَعْدَ مَعْرِفَةِ الْمَعْبُوْدِ

“Tidak sah ibadah (seorang hamba) kecuali setelah mengetahui (Allah) yang wajib disembah”.
Artinya barangsiapa yang tidak mengenal Allah dengan menjadikan-Nya memiliki ukuran yang tidak berpenghabisan misalnya maka dia adalah kafir. Dan tidak sah bentuk-bentuk ibadahnya seperti shalat, puasa, zakat, haji dan lainnya.

Al-Imam Abu Ja'far ath-Thahawi ( 227-321 H) berkata:

تَعَالَـى (يَعْنِي اللهَ) عَنِ الْحُدُوْدِ وَالغَايَاتِ وَالأرْكَانِ وَالأعْضَاءِ وَالأدَوَاتِ لاَ تَحْوِيْهِ الْجِهَاتُ السِّتُّ كَسَائِرِ الْمُبْتَدَعَاتِ

"Maha suci Allah dari batas-batas (bentuk kecil maupun besar, jadi Allah tidak mempunyai ukuran sama sekali), batas akhir, sisi-sisi, anggota badan yang besar (seperti wajah, tangan dan lainnya) maupun anggota badan yang kecil (seperti mulut, lidah, anak lidah, hidung, telinga dan lainnya). Dia tidak diliputi oleh satu maupun enam arah penjuru (atas, bawah, kanan, kiri, depan dan belakang) tidak seperti makhluk-Nya yang diliputi enam arah penjuru tersebut".

Penjelasan :
Al-Imam ath-Thahawi adalah Ahmad bin Muhammad bin Sallamah, lahir tahun 227 H. Jadi beliau masuk dalam makna hadits yang disebutkan oleh Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam:

خَيْرُ الْقُرُوْنِ قَرْنِي ثُمَّ الّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ )رَوَاهُ التّرمِذِي(

"Sebaik–baik abad adalah abad-ku, kemudian satu abad setelahnya, kemudian satu abad setelahnya" (HR. at-Tirmidzi)
Al-Imam ath-Thahawi menyebutkan perkataannya tersebut dalam kitab penjelasan aqidah Ahlussunnah wal Jama'ah, yang kitab ini telah dianggap baik dan diterima oleh seluruh ummat Islam dari generasi ke generasi.
Makna dari “Ta'ala” adalah bahwa Allah maha suci.
Maksud perkataan ath-Thahawi bahwa Allah maha suci dari ”Hudud” adalah bahwa Allah maha suci dari Hadd sama sekali. Hadd adalah benda dan ukuran, besar maupun kecil. Suatu benda pasti berada pada suatu tempat dan arah. Sedangkan Allah maha suci dari berupa benda, berarti Allah ada tanpa tempat. Seandainya Allah adalah benda niscaya akan ada banyak serupa bagi-Nya, padahal Allah ta'ala telah berfirman:

فَلاَ تَضْرِبُوْا لِلّهِ الأمْثَالَ (سورة النحل : 74)

"Janganlah kalian membuat serupa-serupa bagi Allah"(QS. an-Nahl: 74)
Dengan demikian barangsiapa mengatakan bahwa Allah memiliki hadd yang hadd tersebut tidak ketahui oleh kita, hanya Allah saja yang mengetahuinya maka sungguh orang ini adalah seorang yang kafir, karena dengan demikian dia telah menetapkan Allah sebagai benda yang memiliki bentuk dan ukuran.
Maksud perkataan ath-Thahawi ”La Tahwihi al-Jihat as-Sittu...” bahwa Allah mustahil berada di salah satu arah atau di semua arah karena Allah ada tanpa tempat dan arah. Enam arah yang dimaksud adalah adalah atas, bawah, kanan, kiri, depan dan belakang.
Maksud perkataan ath-Thahawi ”Ka Sa-ir al-Mubtada’at” adalah bahwa semua makhluk diliputi oleh arah, sedangkan Allah tidak menyerupai makhluk-Nya dari satu segi maupun semua segi dan Allah tidak bisa digambaarkan dalam hati dan benak manusia. al-Imam Ahmad ibn Hanbal mengatakan:

مَهْمَا تَصَوَّرْتَ بِبَالِكَ فاللهُ بِخِلاَفِ ذَلِكَ (روَاه أبُو الفَضْلِ التَّمِيْمِيُّ)

"Apapun yang terlintas dalam benak kamu (tentang Allah), maka Allah tidak seperti itu". (Diriwayatkan oleh Abu al Fadll at-Tamimi).
Jika ada pertanyaan: Bagaimana hal demikian itu bisa terjadi (bahwa ada sesuatu yang ada tetapi tidak bisa dibayangkan dan digambarkan dengan benak)? Jawab: Bahwa di antara makhluk ada yang tidak bisa kita bayangkan akan tetapi kita harus beriman dan meyakini adanya. Yaitu bahwa cahaya dan kegelapan keduanya dulu tidak ada. Tidak ada satupun di antara kita yang bisa membayangkan pada dirinya bagaimana ada suatu waktu atau masa yang berlalu tanpa ada cahaya dan kegelapan di dalamnya?! Meski demikian kita wajib beriman dan meyakini bahwa telah ada suatu masa yang berlalu tanpa dibarengi dengan cahaya dan kegelapan, karena Allah berfirman:

وَجَعَلَ الظُّلُمَاتِ وَالنّوْرَ (سورةالأنعام : 1)

"...dan Dia yang telah menjadikan kegelapan dan cahaya" (QS. Al-An'am: 1). Artinya bahwa Allah yang telah menciptakan kegelapan dan cahaya dari yang sebelumnya tidak ada. Jika demikian halnya yang terjadi pada makhluk, maka lebih utama kita beriman dan percaya tentang Allah Yang mengatakan tentang Dzat-Nya: Laysa Kamitslihi Syai’ (QS. Asy-Syura: 11), maka Allah tidak tergambar dalam benak dan tidak diliputi oleh akal, Allah ada, maha suci dari bentuk dan ukura, ada tanpa tempat dan arah.

Al-Imam ath-Thahawi juga berkata:

وَمَنْ وَصَفَ اللهَ بِمَعْنًى مِنْ مَعَانِـي الْبَشَرْ فَقَدْ كَفَرَ

“Barangsiapa menyifati Allah dengan salah satu sifat manusia maka ia telah kafir”.

Penjelasan :
Barangsiapa menyifati Allah dengan salah satu sifat manusia maka ia telah kafir(salah satu sifat makhluk adalah tidak bertempat dan tidak mempunyai anggota seperti tangan dan kaki dan lain-lain sedangkan ALLAH itu tidak mempunyai anggota->ALLAH tidak mempunyai anggota walaupun anggota yang tak sama dengan manusia dan binatang kerana ianya sifat makhluk)..-{-ulamak salaf yang sebenar tidak menetapkan ALLAH itu mempunyai naggota tetapi mentafwid atau menyerahkan sebulat-bulat makna tangan kepada ALLAH,dan adapun salafi wahabi menetapkan ALLAH itu mempunyai hakikat tangan dan anggota lain-}-. Sifat–sifat manusia banyak sekali. Sifat yang paling nyata adalah baharu, yakni ”ada setelah sebelumnya tidak ada”. Di antara sifat manusia juga adalah mati, berubah, berpindah dari satu keadaan ke keadaan yang lain, bergerak, diam, infi'al (merespon/memberi tindak balas peristiwa dengan kegembiraan atau kesedihan atau semacamnya yang nampak dalam raut muka dan gerakan anggota tubuh), turun dari atas ke bawah, naik dari bawah ke atas, berpindah, memiliki warna, bentuk, panjang, pendek, bertempat pada suatu arah dan tempat, membutuhkan, memperoleh pengetahuan yang baru, terkena lupa, bodoh, duduk, bersemayam, berada di atas sesuatu dengan jarak, berjarak, menempel, berpisah dan lain–lain. Jadi barangsiapa mensifati Allah dengan salah satu sifat manusia tersebut maka dia telah kafir.

Al-Imam Ahmad ar-Rifa'i (W 578 H) dalam al-Burhan al-Mu-ayyad berkata:

صُوْنُوْا عَقَائِدَكُمْ مِنَ التَّمَسُّكِ بِظَاهِرِ مَا تَشَابَهَ مِنَ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ أُصُوْلِ الْكُفْرِ

“Hindarkan aqidah kamu sekalian dari berpegang kepada zhahir ayat al Qur'an dan hadits yang mutasyabihat, sebab hal demikian merupakan salah satu pangkal kekufuran”.

Penjelasan :
Al-Imam ar-Rifa'i hidup pada abad ke enam hijriyyah, beliau adalah seorang ahli hadits, ahli tafsir, pengikut al-Imam Abu al-Hasan al-Asy'ari dalam rumusan aqidah dan pengikut madzhab Syafi'i dalam fiqih. Beliau adalah orang paling mulia dan paling alim di masanya. Beliau sangat menekankan tanzih (mensucikan Allah ta'ala dari menyerupai makhluk). Di antara perkataan beliau dalam masalah tanzih adalah perkataan yang beliau sebutkan dalam kitab al-Burhan al-Muayyad tersebut. Maksud perkataan beliau adalah bahwa orang yang mengambil zhahir sebagian ayat al Qur'an dan hadits Nabi, yang memberikan persangkaan bahwa Allah adalah benda yang bersemayam di atas arsy atau bahwa Allah berada di arah bumi atau bahwa Allah mempunyai anggota badan, bergerak dan yang semacamnya maka orang tersebut telah kafir.
Seperti orang yang menafsirkan ayat:

الرّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى (طه: 5)

dengan duduk maka orang tersebut telah kafir. Karena mengatakan duduk bagi Allah adalah cacian terhadap-Nya sebab duduk adalah sifat malaikat, Jin, manusia, anjing, babi dan monyet. Makna ayat tersebut yang benar adalah bahwa Allah maha menguasai arsy. Makna ini layak bagi Allah karena Allah telah menamakan Dzat-Nya:

اللهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّار (يوسف: 39)

”Allah maha esa lagi maha berkuasa”. Oleh karena itu orang-orang Islam biasa menamakan anak mereka dengan Abdul Qahir atau Abdul Qahhar, tidak ada seorangpun yang menamakan anaknya Abdul Jalis atau Abdul Qa'id.
Demikian pula orang yang mengatakan bahwa Allah berada di atas arsy dengan ada jarak antara Allah dengan arsy, artinya tanpa menyentuhnya maka tetap saja dia seorang yang kafir. Karena setiap sesuatu yang berada di atas sesuatu yang lain pasti berkemungkinan berukuran sama dengan sesuatu tersebut atau lebih besar atau lebih kecil. Dan segala sesuatu yang menerima ukuran maka dia adalah makhluk, yang membutuhkan kepada yang menjadikannya dalam ukuran tersebut.
Adapun pernyataan sebagian kaum Musyabbihah seperti kaum Wahhabiyah sekarang bahwa Allah berada di atas arsy yang di atas arsy tersebut tidak ada tempat pernyataan ini terbantahkan dengan hadits riwayat al-Bukhari, al-Bayhaqi dan lainnya bahwa Rasulullah bersabda:

إنّ اللهَ لَمَا قَضَى الْخَلْقَ كَتَبَ فِي كِتَابٍ فَهُوَ مَوْضُوْعٌ عِنْدَهُ فَوْقَ العَرْشِ إنَّ رَحْمَتِيْ غَلَبَتْ غَضَبِيْ

"Sesungguhnya Allah ketika menciptakan makhluk menciptakan kitab (tulisan) yang terletak di atas arsy dan dimuliakan oleh Allah yang berbunyi sesungguhnya (tanda-tanda) rahmat-Ku lebih banyak dari (tanda-tanda) murka-Ku" (HR. al-Bukhari, al-Bayhaqi dan lainnya)
Dan dalam riwayat Ibnu Hibban dengan redaksi:

وَهُوَ مَرْفُوْعٌ فَوْقَ الْعَرْشِ

"Dan dia arsy terangkat (diletakan) di atas arsy".
Dengan demikian hadits ini adalah dalil bahwa di atas arsy terdapat tempat. Karena bila di atas arsy tidak ada tempat maka tentu Rasulullah tidak akan mengatakan bahwas kitab tersebut diletakkan di atasnya.
Adapun kata “’Indahu” dalam hadits tersebut adalah dalam makna “dimuliakan”, karena penggunaan kata “’Inda” mengandung makna untuk memuliakan, sebagaimana firman Allah tentang orang-orang yang saleh:

وَإنّهُمْ عِنْدَنَا لَمِنَ الْمُصْطَفَيْنَ الأخْيَارِ (ص: 47)

Kata “’Indana…” dalam ayat ini artinya untuk memuliakan bukan untuk menyatakan bahwa Allah berada pada tempat yang bertetanggaan atau bersampingan dengan tempat orang-orang saleh tersebut.
Dengan demikian dalam keyakinan kaum Musyabbihah yang menetapkan Allah bertempat di atas arsy telah menjadikan kitab tersebut di atas sebagai keserupaan bagi-Nya. Ini artinya sama saja mereka telah mendustakan firman Allah: “Laysa Kamitslihi Syai’ (Qs. Asy-Syura: 11).
Demikian juga orang yang memahami firman Allah:

إِنَّ رَبَّكُمُ اللهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ (الآعراف: 54)

dengan menafsirkan bahwa Allah berada pada arah bawah atau arah bumi kemudian naik ke arah atas lalu menciptakan langit, kemudian Dia naik ke arsy lalu bersemayam (bertempat) maka orang ini telah menjadi kafir. Makna ayat yang benar adalah bahwa Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan bahwa Allah sebelum menciptakannya telah menguasai arsy. Kata “tsumma” artinya dalam makna ”wa”; maknanya “dan”. Al-Imam Abu Manshur al-Maturidi berkata: Firman Allah:

ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ

artinya adalah " sungguh Allah telah menguasai arsy " .
Begitu pula orang yang menafsirkan firman Allah:

فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ (البقرة: 115)

diartikan dengan anggota tubuh atau bahwa Dia berada pada arah bumi maka dia seorang yang kafir. Makna yang benar; Wajhullah adalah Kiblat Allah, sebagaimana dinyatakan oleh al-Imam Mujahid; murid dari sahabat Abdullah ibn Abbas.
Demikian pula orang yang memahami firman Allah:

كُلُّ شَيءٍ هَالِكٌ إلاّ وَجْهَهْ (القصص: 88)

dengan mengartikan bahwa alam ini adalah sesuatu maka ia akan punah, begitu pula Allah adalah sesuatu maka Dia akan punah, dan tidak ada sesuatu yang kekal dari Allah kecuali bagian wajah saja maka orang ini dihukumi kafir. Pemahaman buruk seperti ini sebagaimana penafsiran seorang Musyabbih yang bernama Bayan ibn Sam'an at-Tamimi. Adapun makna yang benar dari kata ”Wajhahu..” di atas adalah dalam makna ”kerajaan”, atau dalam makna ”sesuatu yang bisa mendekatkan diri kepada Allah” sebagaimana takwil ini telah dinyatakan oleh al-Imam al-Bukhari dan al-Imam Sufyan ats-Tsauri.
Demikian juga orang menafsirkan firman Allah tentang perahu Nabi Nuh:

تَجْرِيْ بأعْيُنِنَا (القمر: 14)

dengan anggota tubuh (mata) maka orang tersebut telah kafir. Adapun makna yang benar adalah ”memelihara”, artinya bahwa perahu Nabi Nuh tersebut berjalan dengan ”pemeliharan” dan ”penjagaan” dari Allah sebagaimana hal ini telah dinyatakan oleh para ahli tafsir.
Demikian pula orang yang memahami firman Allah:

يَدُ اللهِ فَوْقَ أيْدِيْهِمْ (الفتح: 10)
dalam pengertian anggota tubuh maka orang tersebut telah kafir. Makna yang benar kata ”yad” di sini adalah ”al-’ahd”; artinya ”janji” sebagaimana telah ditafsirkan oleh para ulama.
Demikian pula orang yang menafsirkan firman Allah:

وَجَاءَ رَبُّكَ وَالْمَلَكُ صَفًّا صَفًّا (الفجر: 22)

dalam makna bahwa Allah bergerak dan berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain maka orang tersebut telah kafir. Makna yang benar adalah ”datang kekuasaan Allah”, artinya tanda atau pengaruh dari sifat kuasa-Nya, sebagaimana demikian telah ditafsirkan oleh al-Imam Ahmad ibn Hanbal (sebagaimana telah diriwayatkan oleh al-Hafidz al-Baihaqi dengan sanad yang kuat dari al-Imam Ahmad).
Demikian juga dengan orang yang menafsirkan firman Allah:

أأمِنْتُمْ مَنْ فِي السّمَاءِ أنْ يَخْسِفَ بِكُمُ الأرْضَ (الملك: 16)

dengan mengatakan bahwa Allah mengambil tempat dilangit maka orang tersebut telah kafir. Makna yang benar dari maksud ”man fi as-sama’” adalah ”Malaikat”, sebagaimana pemahaman ini telah dinyatakan oleh Syaikh al-Huffadz al-Imam Zainuddin Abdrrahim al-Iraqi dalam kitab al-Amaliy al-Mishriyah. Dalam menafsirkan hadits:

ارْحَمُوْا مَنْ فِي الأرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ

”Sayangilah oleh kalian orang yang berada di bumi niscaya kalian akan disayangi oleh yang berada di langit”, al-Imam al-’Iraqi menafsirkannya dengan hadits riwayat lain dengan redaksi:

ارْحَمُوْا أهْلَ الأرْضِ يَرْحَمْكُمْ أهْلُ السّمَاءِ

"Sayangilah oleh kalian penduduk bumi niscaya kalian akan disayangi oleh penduduk langit", karena hadits yang kedua ini sangat jelas memberikan pemahaman bahwa yang dimaksud adalah para Malaikat.
Demikian juga orang yang menafsirkan hadits al-Jariyah as-Sauda yang terdapat dalam riwayat al-Imam Muslim dengan berkesimpulan bahwa Allah mengambil tempat di arah atas (berada di langit) maka orang ini telah kafir. Hadits ini oleh sebagian ulama tidak diambil dengan alasan bahwa hadits tersebut adalah mutharib (hadits yang memiliki banyak redaksi yang satu sama lainnya berbeda-beda), karenanya mereka manganggapnya cacat, disamping karena telah menyalahi dasar keyakinan. Sesungguhnya Rasulullah tidak pernah menghukumi ke-islam-an seseorang hanya karena mengatakan ”Allah di langit”, karena kata-kata ini adalah keyakinan orang-orang Yahudi dan Nasrani. Bagaimana mungkin kata-kata ”Allah di langit” sebagai tanda bagi keimanan seseorang?!
Sebagian ulama lainnya menerima hadits ini; namun tidak dipahami dalam makna zhahirnya, tetapi mereka mentakwilkannya. Bahwa pertanyaan Rasulullah kepada budak perempuan tersebut adalah dalam makna ”Bagaimana engkau mengagungkan Allah?”. Dan makna jawaban budak tersebut ”Fi as-Sama’” adalah dalam pengertian ”sangat tinggi derajat-Nya”. Maka berdasarkan pemahaman dua pendapat ulama tersebut di atas tidak ada jalan bagi orang-orang Wahhabi untuk membatah kita.
Begitu juga dengan orang yang menafsirkan hadits Nabi:

يَنْـزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السّمَاءِ الدُّنْيَا حِِيْنَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرِ يَقُوْلُ مَنْ يَدْعُوْنِي فأسْتَجِيْبَ لَهُ منْ يَسْألُنِيْ فأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

dengan menafsirkan bahwa Allah bergerak dan turun dari atas ke langit dunia dan berdiam di sana sampai terbit fajar kemudian setelah itu Dia naik ke arah arsy maka orang tersebut telah menjadi kafir. Yang sangat mengherankan dari kaum Musyabbihah, seperti kaum Wahhabiyyah sekarang, mereka meyakini bahwa Allah sama besar dengan arsy, lalu mereka mengatakan bahwa Allah turun ke langit dunia, padahal mereka tahu bahwa besarnya langit dunia dibanding besarnya arsy seperti setetes air dibanding lautan luas, ini artinya dalam keyakinan mereka bahwa Allah ketika turun ke langit dunia menjadi sangat kecil, na’udzu Billah. Ini merupakan bukti nyata akan kebodohan akal mereka. Lalu dengan pemahaman tersebut mereka juga berarti menetapkan bahwa perbuatan Allah hanya turun dan naik saja agar bersesesuaian dengan masing-masing sepertiga akhir malam di setiap bagian bumi ini oleh karena sepertiga akhir malam itu berbeda–beda satu wilayah dengan lainnya. Ini juga merupakan bukti nyata akan kebodohan akal mereka.
Makna yangbenar dari hadits tersebut adalah bahwa Malaikat turun dengan perintah Allah ke langit dunia, hingga ketika datang sepertiga akhir malam maka mereka menyeru bagi penduduk bumi sesuai apa yang diperintahkan oleh Allah sehingga terbit fajar: “Sesungguhnya Tuhan kalian berkata: Barangsiapa yang meminta kepada-Ku maka akan Aku beri ia, barangsiapa yang berdo’a kepada-Ku maka akan Aku kabulkan baginya, barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku maka akan Aku ampuni ia”. Pemahaman ini sebagaimana terdapat dalam riwayat al-Imam an-Nasa-i dengan riwayat shahih bahwa Rasulullah bersabda:

إنَّ اللهَ يُمْهِلُ حَتَّى يَمْضِيَ شَطْرُ اللّيْلِ الأوَّلُ فَيأْمُرُ مُنَادِيًا فَيُنَادِيْ ....

“Sesungguhnya Allah membiarkan malam berlalu hingga lewat separuh malam pertama, setelah itu lalu Allah memerintahkan kepada malaikat untuk menyeru (bagi penduduk bumi), maka ia berseru:…..”.
Kemudian dari pada itu sebagian para perawi al-Imam Bukhari telah memberi harakat “Dlammah” pada kata “Yanzilu..” menjadi “Yunzilu…”, dengan demikian maknanya semakin jelas bahwa yang turun ke langit dunia tersebut adalah adalah malaikat; dengan perintah Allah. Kesimpulannya, siapapun yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya, walaupun hanya dengan satu sifat saja, maka dia digolongkan sebagai Musyabbih Mujassim, dan sesuangguhnya seorang Mujassim itu seorang yang kafir sebagaimana dikatakan oleh al-Imam asy-Syafi’i.
Adapun makna perkataan al-Imam ar-Rifa’i tersebut di atas adalah bahwa berpegangteguh dengan makna-makna zhahir dari teks-teks mutasyabihat, baik yang terdapat dalam al-Qur’an maupun hadits, maka hal itu telah menjatuhkan banyak orang dalam kekufuran, karena hal itu telah menjatuhkan mereka dalam keyakinan tasybih.
Al-Imam Ahmad ar-Rifa’i juga berkata:

غَايَةُ الْمَعْرِفَةِ بِاللهِ الإيْقَانُ بِوُجُوْدِهِ تَعَالَى بِلاَ كَيْفٍ وَلاَ مَكَانٍ

“Puncak pengetahuan seseorang itu kepada Allah adalah dengan berkeyakinan bahwa Allah ada tanpa sifat benda dan tanpa tempat“.
Maksudnya adalah bahwa puncak yang dapat diraih oleh seorang hamba untuk mengenal Allah adalah meyakini keberadaan-Nya tanpa mensifati-Nya dengan sifat-sifat benda, dan meyakini bahwa Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah. Sesungguhnya ini inilah puncak pengetahuan (ma’rifah) kepada Allah dari para Nabi dan para Malaikat, serta para wali Allah. Karena mengenal (ma’rifah Allah) Allah bukan dengan cara membayangkan, bukan dengan cara memprakirakan, dan juga bukan dengan cara menyerupakan-Nya. Allah bukan benda dan Allah juga tidak dapat diperumpamakan oleh gambaran dan pikiran manusia. Sesuatu yang memiliki bentuk dan ukuran maka pasti bisa digambarkan oleh akal pikiran, sementara Allah bukan benda yang memiliki bentuk dan ukuran maka Dia tidak dapat digambarkan oleh akal pikiran manusia. Mengenal Allah cukup dengan meyakini-Nya bahwa Dia Maha ada, tidak dengan membayangkan-Nya berada pada arah tertentu; seperti arah atas.
Jika orang Wahabiy mengatakan: “Sesuatu yang ada itu harus memiliki arah dan tempat, bagaimana kalian mengatakan bahwa Allah ada tanpa arah dan tempat?!”, kita katakan kepadanya bahwa jika Allah memiliki arah dan tempat niscaya Dia akan mempunyai banyak keserupaan, juga jika Dia memiliki arah maka berarti ada yang menjadikan-Nya pada arah tersebut, padahal setiap yang ”dijadikan” itu pastilah dia itu makhluk, bukan Tuhan. Demikian inilah makna yang dimaksud dari perkataan al-Imam Ahmad ar-Rifa’i di atas, dan beliau adalah seorang yang sangat mendalam dalam ilmu akidah, beliau telah mengungkapkan perkataannya tersebut dalam kitab “Halatu Ahl al-Haqiqah Ma’a Allah “ .
Sebagian ulama berkata:

عَلَيْكَ بِطُوْلِ الصَّمْتِ يَا صَاحِبَ الْحِجَا
لِتَسْلَمَ فِي الدُّنْيَا وَيَوْم القِبَامَة

“Hendaklah anda memperpanjang diam wahai orang yang punya akal, agar selamat di dunia dan akhirat / kiamat.”
Perkataan ini diambil dari sabda Rasulullah kepada Abu Dzar:

عَلَيْكَ بِطُوْلِ الصَّمْتِ إلاّ مِنْ خَيْرٍ فَإنّهُ مَطْرَدَةٌ لِلشّيْطَانِ عَنْكَ وَعَوْنٌ لَكَ عَلَى أمْرِ دِيْنِكَ (رواه ابن حبان)

“Hendaklah kamu memperpanjang diam kecuali kepada hal yang baik, karena demikian itu dapat megalahkan syaitan dan menolong kamu dalam urusan agamamu “ (HR. Ibnu Hibban).
Seorang yang memiliki akal cerdas adalah orang yang selalu menghadirkan makna firman Allah:

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إلاّ لَدَيْهِ رَقِيْبٌ عَتِيْدٌ (ق: 18)
“Tidaklah seseorang itu berucap dari sebuah perkataan kecuali dicatat oleh Malaikat Raqib dan Atid“ (QS. Qaf: 18). Dia tidak akan berkata-kata kecuali bila ada manfaatnya.

Wa Allah A’lam Bi Ash-Shawab
Wa Ilaih at-Tuklan Wa al-Ma’ab.

=->
ada yang berkata bahawa perbahasan ini tiada dalil  ..maka diatas itu ada dalilnya..dan bahasan ini bukan bahasan yang sia-sia sampai keletihan dan bukan bahasan kosong..imam asyairah dan imam mathuridi itu adalah ulamak mutabar yang mana ianya diktiraf oleh baginda nabi kita muhammad sallallahualaihiwasallam

dalilnya rujuk link ini  ..
( https://www.facebook.com/seoul.yamiru/media_set?set=a.602100493162795.100000885486893&type=3 )

penulis uztaz Amiru Amin bun Idres